PENDAHULUAN
Persoalan impor beras adalah persoalan hangat yangmengundang perdebatan public. Sebagaimana kita ketahui, beras di Inodnesia bukanlah semata-mata merupakan komoditas pangan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, tetapi beras merupakan komoditas yang mempengaruhi stabilitas negara.
Bagaimanapun juga,pemenuham kebutuhan pangan merupakan sesuatu yang sangat fundamental dan kewajiban negara untuk memenuhinya. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mampu meningkatkan produktivitas petani, sehingga kita dapat secara mandiri memenuhi kebutuhan dalam negeri dan secara bersamaan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan. Pemerintah telah mengklaim bahwa bangsa kita mampu berswasembada pangan pata tahun 2009. Bahkan impor beras kita nilainya hanya 1 persen dari total produksi dalam negeri. Dengan kata lain, pemerintah ingin mengatakan bahwa kemampuan produksi dalam negeri sangat memadai. Namun, fakta menunjukkan bahwa kehidupan petani masih jauh dari kesejahteraan.
Selama ini pemerintah menggunakan instrumen price floor-price celling melalui mekanisme operasi pasar Bulog, dan subsidi pupuk untuk menstimulasikan petani dalam meningkatkan produktivitasnya. Namun demikian seringkali kebijakan tersebut tidak efektif akibat manajemen yang tidak baik.
Masalah lain adalah minimnya pembiayaan yang berpihak pada kalangan petani. Kalangan perbankan pada umumnya enggan untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada petani dengan alasan risiko yang dihadapi terlalu besar.Karena itulah, Bai’as-salam solusinya sebagai pembiayaan di sektor pertanian.
PENGERTIAN BAI’AS-SALAM
Bai' as salam adalah jual beli yang dilakukan, di mana penjual (muslam ilaih) setuju untuk mensuplai sejumlah barang dengan kualitas dan karakteristik tertentu (muslam fiih) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang kepada pembeli (rabbus salam). Sementara pembeli membayar harga jual secara penuh (ra'sul maal) saat terjadi transaksi. Biasanya harga yang disepakati lebih rendah dari harga pasar. Hal tersebut dimaksudkan agar kepentingan pembeli tidak terabaikan.
Karena pembiayaan salam (Bai’as-salam) adalah sebuah kontrak jual-beli, syarat-syarat pertukarannya haruslah sesuai dengan sudut pandang syari’ah atau jika tidak kontrak akan dianggap tidak ada atau batal.
Dibolehkan adanya transaksi semacam ini adalah agar petani dapat terpenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan modal untuk berproduksi, maupun kebutuhan untuk kehidupan keluarganya sehari-hari. Setelah munculnya larangan untuk meminjam uang dengan riba, maka petani otomatis tidak dapat mengambil pinjaman tersebut padahal mereka sangat membutuhkannya. Karena itulah,pihak-pihak yang ingin dibiayai diperbolehkan untuk menjual produknya di muka, tentu saja dengan sejumlah persyaratan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembiayaan salam (Bai’as-salam) ini adalah:
- Penjual (muslam ilaih)
disini penjual adalah pihak yang memerlukan modal atau dana unutuk memulai usahanya.
- Pembeli (rabbus salam)
disini yang menjadi pembeli adalah pihak bank. namun bank dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam.
- Harga (ra’sul maal as-salam)
spesifikasi harga barang pesanan disepakati oleh penjual dan pembeli di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tdak dapat diubah selama jangka waktu akad.
- Barang (muslam fihi)
barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi : jenis, spesefikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakterstinya yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikrimkan salah atau cacat maka penjual harus mempertanggungjawabkan atas kelalainnya.
- Perjanjian (sighat)
perjanjian. Perjanjian ini harus ada untuk menyatakan sah atau tidak sahnya suatu transaksi dalam hukum syariah.
Contoh :
• Asumsikan bahwa biaya untuk memproduksi beras 1 kg adalah Rp3000,-. Harga pasar untuk beras jenis tersebut adalah Rp 4.000,-. Seorang petani (A) memiliki lahan 1 hektare yang mampu menghasilkan 5 ton beras (diasumsikan). Tuan B ingin memberikan pembiayaan kepada petani A melalui skema bai’as-salam. Dan disepakati bahwa tuan B memberikan uang sejumlah Rp 15 juta (5 ton x Rp3000) kepada A. Dan petani A harus mengirimkan 5 Ton beras produksinya kepada tuan B pada tanggal tertentu setelah 3 bulan.
Di satu sisi, A mendapat 2 keuntungan: ia memiliki dana segar untuk segera berproduksi, dan ia mendapatkan laba Rp 1000/kg (atau Rp 5 juta) yang bisa ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari selama 3 bulan. Dan tuan B sendiri mendapat untung dari selisih harga yang disepakati dengan harga pasar. Artinya, dengan menjual pada harga pasar, maka tuan B akan mendapat mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1000/kg.
Bagaimana jika terjadi kekeringan dan serangan hama sehingga gagal panen? A tetap berkewajiban untuk menyediakan beras yang dijanjikan sesuai dengan kesepakatan, kecuali kalau Tuan B merelakan untuk menanggung kerugiannya. Disinilah peran pemerintah untuk menjadi Tuan B, yang siap untuk menanggung kerugian jika seandainya terjadi kegagalan dalam panen akibat faktor alam yang tidak terduga.
A. Bank sebagai Pembeli
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.Modal usaha salam dapat berupa kas dan aktiva non-kas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aktiva non-kas diukur sebesar nilai wajar (nilai yang disepakati antara bank dan nasabah).
Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati;
(b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
Barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan akad, jika nilai pasar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang yang tercantumdalam akad.
Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari barang pesanan lebih rendah dari barang pesanan yang tercantum dalam akad;
(c) jika bank tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
Jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad;
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh nasabah sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi;
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan bank mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada nasabah yang telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selesihnya menjadi hak nasabah; dan
Bank dapat mengenakan denda kepada nasabah, denda hanya boleh dikenakan kepada nasabah yang mampu menunaikan kewajibanyya, tetapi tidak memenuhinya dengan sengaja. Hal ini tidak berlaku bagi nasabah yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena Force majeur / ada sebabnya.
Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan. Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
B. Bank sebagai Penjual
Hutang saham diakui pada saat bank menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aktiva non-kas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aktiva non-kas diukur sebesar nilai wajar (nilai yang disepakati antara bank dan nasabah).
Bank dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika barang yang sudah diterima oleh bank, kemudian bank menjualnya ke pihak lain maka hal ini atau melakukan akad keduanya disebut dengan salam paralel.
Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir; dan
akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Apabila bank melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh nasabah dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat pengiriman barang pesanan oleh bank ke nasabah.
C. Laporan Akuntansi Untuk Bai’as-Salam
Dalam mempertimbankan pengaturan aturan-atuaran akuntansi untuk penjualan salam, penting untuk disadari bahwa transaksi-transaksi itu mencakup penerimaan tunai, pengeluaran, atau pembayaran tunai, laporan pendapatan, pengeluaran, keuntungan dan kerugian dalam hal pembiayaan salam dan penjualan salam paralel. Karena konsep ini dipraktikkan dalam lembaga perbankan syari’ah, penting bagi kita untuk membicarakan persoalan ini dengan melihat ke dalam semua pespektif bisnis termasuk industri perbankan syari’ah.
Ketika sebuah institusi perbankan syariah memfasilitasi jasa keuangan kepada kliennya atau pelanggannya. Maka institusi ini sebenarnya adalah pihak pembeli dalam kontrak/ pembiayaan salam dan karena itu memungkinkannya untuk membayar fasilitas menurut bentuk pembayaran yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam hal ini si klien/pelanggan berkewajiban untuk melakukan pengantaran barang atau jasa tertentu kepada institusi pada tanggal tertentu yang telah diperjanjikan. Karena pembayaran dilakukan dimuka, jadi kita dapat mengklasifikasikannya ke dalam sebuah pembiayaan yang diakui ketika uangnya telah dibayarkan atau disediakan bagi pihak yang menjanjikan supplay barang dan dicatat sebagai berikut:
• Bank sebagai pembeli, pencatatannya adalah:
debit: Pembiayaan salam
Kredit : kas
Namun, dalam hal transaksi salam paralel, dimana sebuah institusi perbankan syari’ah akan mengakui transaksi yang telah disepakati pada saat ketika uangnya telah diterima. Dalam bai’assalam yang selanjutnya, dimana institusi perbankan syari’ah ini berperan sebagai penjual dalam pembiayaan salam. Maka pada poin ini catatan akuntansinya adalah sebagai berikut:
• Bank sebagai penjual, pencatatannya adalah:
Debit : kas
kredit : kewajiban terhadap penjualan salam
Cara membuat pencatatan di dalam transaksi pembiayaan salam dan transaksi salam paralel
- Mengakui pembayaran
- Mengakui transaksi salam paralel
- Pengukuran dari nilai aset salam
- Akhir dari periode laporan keuangan
- Mempresentasikan pencatatan (jurnal)
- Penerimaan dari aset (al-muslam fihi)
Ad1 Mengakui Pembiayaan
mengakui dari pembayaran yang dibuat ketika pembayaran modal atau adanya seseorang yang berjanji untuk memenuhinya dengan baik (al-muslam ilaih)
Ad2 Mengakui Transaksi Salam Paralel
transaksi salam parallel telah diakui ketika lembaga keuangan telah menerima modal dari salam
Ad3 Pengukuran Dari Nilai Aset Salam
pengukuran dari nilai asset salam ada pada saat waktu pelaksanaan dari bai’assalam. Seperti modal yang diukur dengan sejumlah pembayaran ketika penyediaan modal adalah jenis dari nilai.
Ad4 Akhir Dari Periode Laporan Keuangan
Disini memungkinkan contoh yang mana kemungkinan dari al-muslam ilaih (penjual) gagal mengirimkan produk (muslam fihi) baik secara keselruhan maupun sebagian, apabila nilai produk turun, dari estimasi deficit terhadap ketentuan penyediaan.
Ad5 Mempresentasikan Pencatatan
Dr. salam financial (asset)
Cr. Salam parallel (kewajiban)
Ad6 Penerimaan Dari Asset (Al-Muslam Fihi)
Penerimaan asset dari perbankan akan dicatat dalam biaya historical. Apabila penerimaan asset dari kualitas yang berbeda, asset akan diukur dengan nilai pasar atau nilai yang wajar pada kasus yang meninggalkan nilai pasar
Apabila nilai pasar atau nilai yang wajar sama dengan nilai yang tertera di kontrak, asset akan diukur dan dicatat pada nilai buku. Seumpanya adalah dengan cara nilai pasar yang lebih rendah kemudian kontrak nilai dari asset, asset akan di ukur dan dicatat sebagai nilai pasar pada saat waktu pengiriman dan beberapa penurunan atau mnghentikan ini akan diakui sebagai suatu kerugian.
KESIMPULAN
Bai’as-salam adalah pemesanan barang dengan persyaratan tertentu yang telah disepakati dimana pengiriman barangnya dilakukan kemudian hari namun pembayarannya dilakukan dimuka.
Dengan pola ini, tentunya petani akan lebih termotivasi. Tinggal bagaimana pemerintah membangun sebuah institusi yang bertanggung jawab untuk melakukan pembiayaan bai’as-salam ini. Ada tiga strategi pendekatan yang dapat dilakukan, diantaranya:
Pertama, pemerintah membentuk perusahaan pembiayaan syari’ah, selain PNM, untuk sektor pertanian secara khusus dalam bentuk BUMN non-bank. Perusahaan ini bertanggung jawab untuk menyalurkan pembiayaan pada petani, dan kemudian menjual hasil pertanian yang didapat kepada publik. Atau pemerintah memperluas peran Bulog, dimana Bulog difungsikan sebagai lembaga pembiayaan petani. Yang terpenting lembaga ini haruslah amanah.
Kedua, pemerintah membentuk bank pertanian syariah. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara bank untuk menyimpan hasil pertanian, mengingat ia akan menerima dalam bentuk produk dari petani dan bukan dalam bentuk uang. Untuk itu, perlu ada modifikasi dari skema bai' as-salam, di mana bank dapat menunjuk petani yang bersangkutan untuk menjualkan hasil pertaniannya ke pasar, dan kemudian mengembalikan sejumlah uang kepada bank. Petani dapat diberikan komisi tambahan oleh bank karena telah bertindak sebagai agennya.
Ketiga, melalui penerbitan sukuk. Daerah-daerah surplus pangan dapat menerbitkan sukuk berbasis bai' as-salam, dan daerah-daerah yang kekurangan pangan dapat menginvestasikan dananya untuk membeli sukuk. Melihat bahwa banyak pemerintah daerah yang menaruh uangnya di BI dan mengambil bunga sebagai keuntungan. Daripada disimpan di BI, akan lebih bermanfaat jika dana tersebut diinvestasikan pada hal-hal yang produktif, seperti membeli sukuk. Daerah surplus pangan akan memiliki modal tambahan, dan daerah minus pangan akan mendapat kepastian supply pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar